Webinar Sahabat LAN #4: Mengatasi Stigma Covid-19 di Tempat Kerja
Wabah Covid-19 yang saat ini terjadi tentu menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi kita saat bekerja. Selain “dipaksa” untuk menerapkan protokol-protokol baru yang mengedepankan kebersihan diri dan sekitar yang lebih daripada biasanya, beberapa dari kita juga mungkin diharuskan untuk melakukan rapid test oleh organisasi tempat bekerja sebagai usaha pencegahan dan screening Covid-19. Jika hasilnya non-reaktif, mungkin kita bisa sedikit bernapas lega. Namun jika ternyata hasilnya reaktif, tentu akan muncul perasaan ketakutan dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kerja. Tak jarang, mereka yang hasil rapid test-nya reaktif malah dijauhi karena dianggap akan menyebarkan virus Covid-19 bagi orang lain.
Stigma menyeramkan bagi orang-orang yang memperoleh hasil positif rapid test Covid-19 inilah yang coba dipatahkan dalam kegiatan Webinar Sahabat LAN seri keempat yang mengambil tema “Mengatasi Stigma Covid-19 di Tempat Kerja”. Kegiatan yang dilaksanakan secara daring ini berlangsung pada hari Rabu, 17 Juni 2020 dengan peserta yang merupakan pegawai maupun Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) di lingkungan Puslatbang KMP Makassar dan Politeknik STIA LAN Makassar. Adapun yang menjadi narasumber adalah dr. Rahmawati yang merupakan Dokter Umum di Klinik Puslatbang KMP Makassar dan St. Nurhikma Maulida, S. Psi, MA, dosen Politeknik STIA LAN Makassar.
Dalam sambutan yang disampaikan oleh Direktur Politeknik STIA LAN Makassar, Prof. Amir Imbaruddin, MDA., Ph.D. menyampaikan bahwa ketika harus kembali bekerja di kantor dengan kondisi yang masih abu-abu seperti sekarang ini, perasaan curiga sering muncul di antara rekan kerja yang tentunya akan berdampak pada kinerja.
“Stigma adalah hal berbahaya yang dapat menghilangkan silaturrahmi. Hal inilah yang coba dihilangkan dengan dilaksanakannya Webinar Sahabat LAN ini. Selain itu, dilaksanakannya kegiatan ini juga bertujuan untuk memberikan persamaan pemahaman sehingga pegawai bisa lebih produktif dan aman dalam bekerja”, ujar Kepala Puslatbang KMP, Dr. Andi Taufik, M. Si yang juga memberikan sambutan pembuka.
Di sesi awal, Nurhikma menjelaskan mengenai bagaimana stigma terhadap Covid-19 terbentuk. Ketakutan terhadap Covid-19 yang merupakan penyakit menular baru yang belum banyak diketahui masyarakat menjadi pemicu banyaknya kasus pengucilan bagi mereka yang menjadi penderita, bahkan berdampak kepada keluarga pasien dan juga tenaga kesehatan. Stigma yang muncul juga seringkali berakibat pada pengucilan terhadap mereka yang hasil rapid test-nya positif, padahal pemeriksaan tersebut bukanlah pemeriksaan yang menunjukkan diagnosis pasti bahwa seseorang menderita Covid-19, melainkan hanya pemeriksaan skrining.
“RT-PCR merupakan standar pemeriksaan Covid-19 yang diakui WHO. Hasil tes manapun perlu diperkuat dengan pemeriksaan gejala klinis serta riwayat perjalanan maupun kontak dengan ODP/PDP/positif Covid-19 agar diagnosis bisa diberikan”, jelas dr. Rahmawati pada sesi kedua kegiatan.
Dua pemateri ini pun menegaskan bahwa selama pandemic Covid-19 ini berlangsung, pelaksanaan protokol kesehatan merupakan hal utama yang harus dilakukan untuk mencegah penularan. Penyebaran informasi positif, empati sosial serta komunikasi yang baik perlu dibangun agar stigma terhadap Covid-19 di tempat kerja dapat dihilangkan.